Benidektus Adi Prianto yang kini dipercaya menjadi bagian tim medis skuat Maung Bandung. Sebelumnya, Persib pun sempat akan merekrut fisioterapis wanita, yakni Fortunella Levyana. Namun dia gagal, belum ada pernyataan resmi kenapa dia batal, namun kabarnya manajemen Persib tidak menginginkannya. Beni, ternyata sudah tak asing lagi dengan kesebelasan Persib. Sebab, dia juga sudah menyukai tim kebanggaan bobotoh ini sejak kecil. Tumbuh besar dalam lingkungan pendidikan di Palembang, sebetulnya dia dilahirkan di Kota Cimahi. “Dari dulu memang senang dan tahu Persib. Karena dari lahir dulunya pas kecil di Cimahi, baru pas mau sekolah masuk SD pindah ke Palembang,” kata Beni saat berbincang di Mes Persib, Jalan Ahmad Yani, Bandung, belum lama ini.
Beni memaparkan, awal mula bergabungnya bersama tim Persib, karena dia mendapat tawaran dari Asep Aziz, atasannya di Fisiopreneur. Dia sendiri sudah dihubungi sebelum Maung Bandung berlaga di turnamen Piala Bhayangkara 2016. “Bos saya, Asep Aziz yang kenal sama dokter (Raffi Ghani). Kemarin mau dipanggil dokter pas Piala Bhayangkara, tapi baru dipanggil pas di Ciamis,” terangnya. Sebelumnya, usai menamatkan SMA di Palembang, Beni memutuskan menempuh pendidikan fisioterapis di sebuah perguruan tinggi di Kota Solo. Setelah lulus pada 2015 silam, dia bergabung bersama tim fiopreneur dan ditugaskan di Surabaya. Selama satu tahun, Beni sudah sering menangani keluhan para atlet dari berbagai cabang olahraga. Tidak terkecuali, dia juga kerap kedatangan pasien para pesepakbola. “Banyak atlet ke sana, basket, sepak bola ataupun olahraga lain. Terakhir saya pegang Goran Gancev, terus (Octavio) Dutra juga, dan banyak lah pemain bola yang sering ke sana,” jelasnya.
Untuk pertamakalinya, di tahun 2016 ini, Beni direkrut khusus menangani tim sepak bola, dan diasangat gembira bisa bergabung dengan skuat Persib. “Enak kok di sini, ramah-ramah orangnya. Saya sudah mulai oke, sudah bisa adaptasi dengan tim,” tuturnya. Sedikit mengulas soal perannya sebagai fisioterapis, Beni menjabarkan perbedaanya dengan seorang masseur tim. Menurutnya, seorang fisioterapis lebih spesifik menggunakan pendekatan medis lewat metode pelatihan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi. “Kami belajar massage, tapi kami belajar prosesnya pakai kajian ilmu pengetahuan dan teknologinya. Kalau masseur kan banyak yang otodidak, tapi pengalaman mereka juga sangat luar biasa,” ujarnya.
Lebih jauh, Beni membeberkan kendala pemain sepak bola Indonesia sehinga mudah terkena cedera. Salah satu faktornya, sambung dia, adalah dari kualitas lapangan di Indonesia yang masih banyak berada di bawah standar internasional. Menganai faktor lainnya, Beni menilai, pemain Indonesia lebih rentan terkena cedera lantaran para pemain Tanah Air terlambat diberi pemahaman soal fisioterapis. Padahal, kata dia, pemahaman medis sebaiknya ditanamkan sejak merintis dari usia dini. “Kalau di Indonesia bedanya pola latihan sama lapangan, soalnya lapangan kan keras-keras, kalau fisio di luar negeri kan ngasih balancing atau keseimbangan dari kecil sudah kenal. Kalau di Indonesia baru diperkenalkan pas mau ke professional,” pungkasnya. (inilahkoran)