Rumah Sakit (RS) Dustira yang terletak di Kota Cimahi merupakan salah satu rumah sakit tertua di Indonesia. Sebelum dikelola oleh TNI pada 1950, rumah sakit ini diberi nama Militaire Hospital oleh Pemerintah Hindia Belanda. Dibangun pada abad ke-18, Militaire Hospital merupakan tempat perawatan tentara Belanda yang terluka di medan perang. Rumah sakit ini menjadi salah satu sarana penunjang komando militer atau Garnisun Belanda di Kota Cimahi.
Pascakekalahan Belanda dari Inggris di Batavia pada tahun 1811, beberapa puluh tahun kemudian Cimahi dipilih sebagai komando militer karena lokasinya berada di simpang jalur kereta api dan Jalan Raya Pos, sehingga lebih memudahkan mobilisasi pasukan. Untuk menunjang hal itu Belanda membangun rumah sakit dan het Militaire Huis van Arrest (rumah tahanan militer yang kini menjadi Penjara Poncol) di Kota Cimahi. Baru pada tahun 1949, ketika ada pengakuan kemerdekaan oleh Kerajaan Belanda. Rumah sakit ini diserahterimakan kepada TNI yang diwakili oleh Letkol dr. Raden Kornel Singawinata (Letkol Singawinata).
Rumah sakit pun berganti nama dari Militaire Hospital menjadi Rumah Sakit Territorium III dengan Letkol Singawinata menjadi kepala rumah sakitnya. Tujuh tahun kemudian, Panglima Territorium III, Kolonel Kawilarang memberi nama Rumah Sakit Dustira. Pemberian nama ini merupakan penghargaan terhadap kepada Mayor dr. Dustira Prawiraamidjaya yang berjasa dalam mengobati prajurit Territorium III di masa perjuangan melawan penjajah. Hingga saat ini, rumah sakit seluas 14 hektare tersebut masih berdiri kokoh. Meski sudah memasuki era modern, nuansa heritage-nya masih terlihat dan terasa.