Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri (PN) Bandung memvonis empat tahun penjara kepada mantan Wali Kota Cimahi Atty Suharti dan tujuh tahun penjara kepada suaminya Itoc Tochija dalam kasus korupsi pembangunan Pasar Atas Cimahi. "Mengadili, menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara meyakinkan, bersama-sama dan berlanjut, melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama serta denda masing-masing Rp 200 juta," ujar hakim ketua Sri Mumpuni, Rabu (30/8/2017).
Vonis tersebut lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yang meminta hakim menjatuhkan hukuman lima tahun penjara kepada Atty dan delapan tahun kepada Itoc. Terhadap putusan tersebut, penasihat hukum dan jaksa menyatakan akan menggunakan waktu tujuh hari untuk pikir-pikir. Atty dan Itoc menerima uang Rp 500 juta dari pengusaha Triswara Dhanu Brata dan Sani Kuspermadi. Uang tersebut untuk menjadikan perusahaan keduanya sebagai pelaksana pembangunan Pasar Atas Baru Cimahi tahap II tahun 2017 dengan nilai anggaran Rp 57 miliar. Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi mengungkap kasus suap itu dalam operasi tangkap tangan pada 1 Desember 2016.
#Kekayaan Wali Kota Cimahi Ini Capai Rp 9 Miliar - KPK terus kembangkan proses penyidikan kasus dugaan suap yang libatkan tersangka Wali Kota Cimahi nonaktif, Atty Suharti. Berdasarkan informasi, Atty memiliki harta Rp 9 miliar lebih.
Wali Kota nonaktif Cimahi, Jawa Barat, Atty Suharti Tochija (AST) tercatat sudah dua kali melaporkan harta kekayaannya ke KPK. Laporan harta kekayaaan penyelenggara negara (LHKPN) dibuat saat Atty mencalonkan diri sebagai wali kota Cimahi dan 3 tahun setelah menjabat sebagai wali kota Cimahi periode pertama. Dilihat dari situs LHKPN, Atty tercatat pertama kali menyerahkan LHKPN pada 9 Juli 2012. Ketika itu ia hendak maju sebagai calon Wali Kota Cimahi periode 2012-2017. Tercatat total harta yang dimilikinya sebanyak Rp 7.033.845.344.
Saat terpilih dan menjabat sebagai wali kota Cimahi, Atty juga membuat pelaporan LHKPN. Pada laporan 9 September 2015, Atty tercatat memiliki total harta Rp 9.080.223.294. Dalam 3 tahun menjabat, kekayaan Atty bertambah sejumlah Rp 2.046.377.950. Sedangkan, suami Atty, M. Itoc Tochija juga pernah menjabat sebagai Wali Kota Cimahi selama 2 periode. Periode pertama Itoc menjabat sebagai wali kota pada tahun 2002-2007. Pada periode pertama menjabat, Itoc sempat membuat pelaporan LHKPN. Terhitung pada pelaporan yang dibuat tanggal 28 Agustus 2006, Itoc memiliki total kekayaan sebanyak Rp 3.216.350.000.
Lantas, Itoc juga sempat membuat pelaporan LHKPN di tahun pertama pada periode kedua pemerintahannya. Per tanggal 4 Juli 2007, Itoc melaporkan total kekayaannya ada sebanyak Rp 4.159.053.647. Artinya, kurang dari setahun dari LHKPN yang dibuatnya pada Agustus 2006, harta Itoc bertambah sebanyak Rp 942.703.647. Atty dan Itoc ditangkap penyidik KPK pada pada Kamis (1/12) malam. Atty ditangkap di kediamannya di Jalan Sari Asih IV nomor 16, Kecamatan Sukasari, Kota Bandung. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Jumat (1/12). Atty dan Itoc disangka menerima suap Rp 500 juta berkaitan dengan proyek ijon pembangunan tahap dua Pasar Atas Baru Cimahi. Proyek itu bernilai Rp 57 miliar.
"MIT harusnya menerima Rp 6 miliar dari kesepakatan antar mereka atas proyek tahap II Pasar Atas Baru. MIT sebagai suami AST yang juga mantan Wali Kota memberikan jabatan kepada pengganti, MIT masih turut kendalikan semua kebijakan pemerintah," ucap Wakil Ketua Basaria Panjaitan saat konpers di kantornya, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (1/12). Mereka disangka mendapatkan suap dari pengusaha atas nama Triswara Dhanu Brata dan Hendriza Soleh Gunadi. Dua pengusaha itu juga ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Atty dan Itoc disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan Triswara dan Hendriza disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 atau pasal 13 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.